Jumat, 27 Mei 2016

, ,

Mendidik Anak di Era Digital...Bagaimanakah ??

Tak bisa dipungkiri perkembangan teknologi informasi dan komuikasi yang semakin cepat dan canggih membawa dampak yang serius terhadap perkembangan anak didik dan cara belajar. Dulu kita yang lahir di tahun 1970-an dan 1980-an proses perkembangan diri, mulai dari sikap, tingkah laku, spiritual hanya bisa didapat dari orang tua, dari guru, dan lingkungan yang masih mengutamakan norma dan aturan yang dilandasi nilai-nilai luhur. Belum ada sumber lain yang sangat mempengaruhi cara belajar dan pola pikir.

Tapi sejak generasi tahun 1990-an dan terlebih generasi yang lahir di tahun 2000-an, pola pendidikan dan cara belajar serta penanaman pola pikir begeser sangat signifikan. Cobalah perhatikan anak-anak kita masing-masing di rumah. Bagaiamana cara mereka belajar ? Bagaimana cara mereka bersikap ? Bagaimana cara mereka berucap ? dan Bagaimana aktifitas spritual mereka ? 

Dari banyak pertanyaan tadi, tentulah kita bisa sedikit menjawabnya. Salah satu jawaban yang bisa kita temui adalah dampak dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang tanpa batas. Isitilah kerennya biasa disebut Dampak Digital, sehingga banyak di media sosial anak-anak kita sekarang disebut generasi digital.

Saya sendiri selaku orang yang selama 20 tahun terakhir berkecimpung di dunia teknologi informasi dan komunikasi cukup menyadari hal ini. Pola perkembangan anak yang dipengaruhi oleh dunia digital ini sangat-sangat berpengaruh terhadap perkembangan pola pikir, tingkah laku, dan semua aspek lainnya. Anak-anak lebih suka belajar sambil mendengar musik, sambil nonton dan belajar di luar rumah (warnet*) dengan alasan lebih mudah. Anak-anak berpakaian dengan berbagai gaya mencontoh para artis idola yang mereka tonton di media elektronik.

Lalu dimanakah peran orang tua ?
Menghadapi persoalan ini banyak orang tua yang sebenarnya sadar bahwa aspek digital ini bisa membawa manfaat baik bagi anak-anak. sehingga tidak sedikit orang tua yang "mampu dan berusaha" menyediakan berbagai perangkat digital untuk anak-anak mereka. Begitu juga sang anak pun merasa bangga karena memiliki berbagai perangkat tersebut untuk menunjang gaya digital mereka. 

Sebagaimana diketahui teknologi informasi dan komunikasi bagaikan dua mata pisau. Satu sisi bisa membawa manfaat besar dan disisi lain bisa membawa dampak negatif yang besar juga. Sisi posisi positif perangkat digital adalah dapat membantu segala macam pekerjaan dan memberikan kemudahan. Disisi negatif digitalisasi memberikan dampak yang mengerikan juga. Cobalah lihat dan dengar banyak kejadian yang terekspos di media mengenai pencabulan, pemerkosaan, pencurian, penipuan dan kejahatan lainnya yang diakibatkan karena kemudahan penggunaaan teknologi informasi dan komunikasi. 

Melihat ini bagaimana sikap kita seharusnya ? 
Peran orang tua dalam hal ini memang sangat signifikan. Pengawasan terhadap anak-anak kita yang menggunakan perangkat digital sangat diperlukan. Tapi bisakah kita setiap waktu mengawasi anak-anak kita menggunakan perangkat digitalnya ? Ingat ya... perangkat digital itu bukan hanya handphone...
Lalu ketika mereka di luar rumah bagaimana pengawasannya ? tentu sulit kan...bagaimana ketika di sekolah ? tentu guru yang menjadi pengawasnya. Tapi bisakah guru mengawasi semua muridnya satu per satu ? tentu sangat sulit juga. 

Untuk diketahui sejak kurikulum KTSP diterapkan ada sebuah mata pelajaran yang digunakan khusus untuk mempelajari teknologi informasi dan komunikasi. Mata pelajaran ini disambut dengan antusias oleh dunia pendidikan sejak diterapkan diawal tahun 2003. Dunia sekolah seakan bergairah dengan adanya digitalisasi ini. TIK menjadi pencerah, pembimbing dan penyeimbang pengunaan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam mata pelajaran ini selain diberikan materi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi juga diberikan tata cara pemanfaatannya dengan benar. Di pelajaran TIK anak-anak diberikan apa saja dampak negatif penggunaan TIK dan resiko yang akan dihadapi jika menyalahgunakan TIK. Tapi sayang seribu sayang mata pelajaran ini yang diharapkan sebagai penyaring dan penyeimbang penggunaan TIK didalam kurikulum 2013 ditiadakan dan hanya dianggap sebagai "tools" dan gurunya dijadikan "pembimbing" jika ada murid yang mengalami kesulitan.

Lalu bagaimana menjawab pertanyaan seperti yang ada pada judul tulisan ini ?
Saya mohon pendapat rekan-rekan semuanya untuk menjawabnya dan minimal bisa memberi pencerahan kepada kita semua. Bukankah ini masalah kita semua ? serta tanggung jawab kita bersama.






0 komentar:

Posting Komentar