Senin, 17 Oktober 2016

, , ,

Masih Perlukan PR bagi peserta didik ?

Hallo apa kabar bapak ibu guru semuanya.....masih semangat untuk memberikan pelajaran kepada para peserta didik kan ?...

Ok...kali ini saya mencoba menulis sebuah hal yang perlu tindak lanjut dari kita semua..apa itu ? Seperti tertulis di judul tulisan ini, Masih Perlukah PR (Pekerjaan Rumah) bagi peserta didik ?

Pekerjaan rumah sebagaimana kita ketahui sudah ada sejak pendidikan dikenal. Fungsinya adalah agar para peserta didik dapat lebih memperdalam pelajaran yang diberikan. Pekerjaan rumah biasanya diberikan oleh guru untuk diselesaikan di rumah dengan tenggat waktu tertentu.



Nah...dalam kenyataannya pekerjaan rumah ini kadang menjadi beban juga bagi para peserta didik, karena kadang-kadang mereka mendapatkan pekerjaan rumah lebih dari satu pelajaran. Coba bayangkan saja jika setiap hari peserta didik belajar tiga mata pelajaran setiap hari dan semuanya mendapat masing-masing satu pekerjaan rumah, maka beban anak-anak didik kita untuk mengerjakan pekerjaan rumah itu akan terasa cukup berat. Lihat saja di rumah kita masing-masing bagi bapak ibu guru yang punya anak, setiap malam mereka mengerjakan pekerjaan rumah. 

Memang hingga sekarang, pekerjaan rumah masih dianggap sebuah cara agar anak-anak kita dapat lebih mendalami pelajaran di rumah. Pekerjaan rumah juga hingga kini masih menjadi salah satu kriteria penilaian. Tapi coba lihatlah kenyataannya di sekolah bapak ibu guru masing-masing, berapa banyak anak-anak didik kita yang mengerjakan pekerjaan rumah tersebut.

Saya sebagai guru kadang-kadang juga merasa kesal, bila anak-anak didik tidak membuat dan mengerjakan pekerjaan rumah sesuai dengan kesepakatan bersama antara saya dan seluruh anggota kelas. Dari tiga puluhan anggota kelas, paling yang mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut kurang dari separuhnya, sisanya tidak sama sekali mengerjakan dengan berbagai macam alasan, alasan lupa, belum selesai, bahkan alasan yang paling ekstrimpun yaitu tidak mau mengerjakan disampaikan oleh anak didik.
Saya rasa semua guru pernah mengalami hal ini.

Saya punya rekan seorang guru yang pernah mengajar di sebuah sekolah swasta yang menerapkan fool day school. Dia mengatakan bahwa sekolahnya tidak pernah memberikan pekerjaan rumah kepada anak-anak didiknya. Lalu bagaimana cara mereka belajar ? Beliau menjelaskan bahwa pihak sekolah yang menerapkan foolday school, memulai jam pelajaran pada pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 13.30 WIB untuk kegiatan belajar mengajar secara formal. Mulai pukul 14.00 WIB sampai dengan pukul 16.30 WIB mereka tetap berada di sekolah dan diisi dengan kegiatan pelajaran tambahan yang salah satunya adalah mengerjakan pekerjaan rumah yang telah diberikan oleh guru pada jam pelajaran formal tadi. Jadi anak-anak ketika di rumah tidak lagi dibebani dengan berbagai macam tugas dan pekerjaan rumah.

Saya jadi berpikir, hal seperti diatas memang mungkin bisa terjadi jika sistem belajar yang diterapkan seperti sekolah tempat teman saya diatas. Semua peserta didik dan terutama para orang tua dapat mengerti dan menerima dengan sistem tersebut. Pertanyaannya...bagaimana dengan sekolah-sekolah lain baik yang berstatus negeri maupun swasta, apalagi yang berada di daerah-daerah ?

Memang memberikan pekerjaan rumah memiliki beberapa manfaat kepada anak-anak didik. Diantaranya adalah membuat anak didik lebih paham dan ingat akan pelajaran yang sudah diberikan, menambah waktu belajar, dan memupuk rasa tanggung jawab.

Namun apakah pekerjaan rumah masih efektif untuk mencapai manfaat seperti disebutkan diatas mengingat beban belajar anak-anak kita sekarang yang semakin banyak dan padat masih memerlukan tinjauan lebih lanjut. Kita para guru perlu berinovasi agar pekerjaan rumah yang kita berikan berusaha agar tidak menjadi beban, tetapi menjadi sebuah hal yang menyenangkan. 

Silahkan berkomentar dibawah jika bapak ibu guru ingin menambahkan....


0 komentar:

Posting Komentar